Hujan Kritik, Pembahasan Penambahan Jabatan Menteri di Kabinet Prabowo

TEMPO.CO, Jakarta – Pidato presiden terpilih Prabowo Subianto yang ingin menambah 40 kementerian dia hanya dibombardir dengan kritik. Sejumlah kalangan mengkritik pembahasan penambahan kementerian.

Indonesia Corruption Watch (ICW) misalnya, menyebut kebijakan tersebut hanya untuk mengakomodir jabatan. Sementara itu, pakar hukum tata negara Feri Amsari mengatakan, kementerian baru berimplikasi pada penggunaan anggaran negara yang juga harus ditingkatkan.

Senada dengan Feri, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mengatakan kabinet gemuk ini akan menimbulkan akibat yang mubazir dan tidak efektif.

Berikut pernyataan lengkap ICW, Feri Amsari dan Herdiansyah Hamzah yang dihimpun dari Tempo:

ICW: Lokasi akomodasi saja

Staf Departemen Korupsi Politik ICW, Seira Tamara, menjawab pertanyaan bahwa Prabowo ingin menambah 40 kementerian baru. Menurut dia, posisi kabinet pada pemerintahan ke depan berpotensi menjadi kabinet yang gemuk.

“Kita menghadapi situasi di mana proses pemerintahan ke depan tidak didasarkan pada kepentingan dan keinginan untuk menciptakan kebijakan yang baik bagi masyarakat,” kata Seira dalam diskusi di Rumah Belajar. ICWKalibata, Jakarta Selatan, Selasa 7 Mei 2024.

Menurut dia, rencana tersebut menyiratkan susunan kabinet pemerintahan ke depan hanya sesuai dengan jabatan yang bisa diberikan kepada orang-orang yang tergabung dalam koalisi atau memberikan dukungan sebelumnya. Timbal balik itu biasanya muncul dalam bentuk posisi, kata Seira.

“Pada akhirnya, segala bentuk dukungan yang diberikan tidak gratis dan diberikan dengan ikhlas. siapa yang akan kalah? Masyarakat,” ujarnya.

Warga negara dirugikan karena dipimpin oleh rezim yang tidak diisi berdasarkan kompetensi, melainkan hanya melalui pembagian jabatan.

Meski penunjukan menteri merupakan hak prerogratif presiden, Seira mengaku khawatir karena situasi saat ini menunjukkan banyak partai yang dekat dan komposisi kabinet menjadi sangat gemuk. “Kami juga sangat khawatir dengan prosesnya checks and balances tidak dapat berjalan secara maksimal.”

Feri Amsari: Habiskan saja anggarannya

Sementara itu, Feri menjelaskan, sudah ada aturan yang menyebutkan jumlah maksimal yang ditetapkan adalah 34 kementerian.

“Rancangan RUU Departemen Luar Negeri menetapkan batas maksimal 34, dan kami tetap menyukainya curang Melalui wakil menteri, kalau tidak dua, tiga, katanya dalam diskusi di Ruang Belajar ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa, 7 Mei 2024.

Menurut dia, penetapan jumlah kementerian sebanyak 34 bertujuan untuk menghindari kekacauan. “Mengapa kekacauan muncul? “Karena pengalaman mantan Presiden Abdurrahman Wahid, nomenklatur kementerian berubah, nama menteri berganti, dan sebagainya, sehingga membebani biaya,” ujarnya.

Menurut dia, penambahan kementerian akan berdampak pada pembuatan undang-undang baru dan penambahan berbagai peraturan lainnya. Kementerian baru juga berdampak pada penggunaan APBN yang juga perlu ditingkatkan.

“(Contoh) Kop surat Kementerian ditukar di seluruh Indonesia, jumlahnya miliaran. Oleh karena itu, jika ada yang mengusulkan penambahan menteri, berarti merugikan negara. Belum lagi staf kementerian yang akan dilantik nanti, mobil kementerian akan ditambah, katanya.

“Bayangkan setiap menteri punya mobil baru, asisten baru, staf baru, tenaga ahli baru. Berapa banyak uang rakyat yang akan dikeluarkan untuk memenuhi keinginan tersebut?” lanjutnya.



Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *